Selasa, 21 September 2010

DIMANA LETAK KEADILAN BAGI ORANG MISKIN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

DIMANA LETAK KEADILAN BAGI ORANG MISKIN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

Memberikan pelayanan kesehatan optimal dan berkualitas kepada masyarakat luas bukanlah perkara mudah, tetapi juga bukan merupakan hal yang mustahil untuk diwujudkan terutama ditujukan untuk keluarga miksin yang dibelit kasus kesehatan. Pada masayarakat miskin, sudah miskin tak punya uang, mendapat pelayanan kesehatan yang buruk lagi. Inilah yang menimpa kebanyakan masyarakat miskin di Indonesia.
Berdasarkan undang-undang Dasar1945 pasal 34 menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar menjadi tanggung jawab negara dan oleh karena itu negara harus bertanggung jawab serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak dan baik. Berkaitan dengan itu Pemerintah harus berusaha seoptimal mungkin untuk mewujudkan amanat ini, sehingga semua masyarakat indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kesehatan banyak hal yang harus dilakukan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik haruslah, yakni tersedia (available), menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (countinues), terpadu (integrated), wajar (appropiate), dapat diterima (acceptable), bermutu (quality), tercapai (accessible)serta terjangkau (affordable).
Selama ini tidak sedikit rumah sakit yang masih berwatak kapitalis, mereka hanya memburu rupiah/uang. Pihak rumah sakit atau dokter baru mau melayani dan menangani secara sarius pasien yang memiliki uang banyak dan mau membayar tinggi dan itu hanya orang-orang kaya saja yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima dan fasilitas yang memadai. Sementara rumah sakit atau dokter cenderung enggan atau ”tidak serius” melayani dan menangani pasien dari keluarga miskin, karena tidak menghasilkan profit. Dengan kata lain, rumah sakit atau dokter sepertinya hanya mau berbuat apabila mendatangkan profit yang besar, akan tetapi kalau tidak mendatangkan rupiah cenderung malas berbuat. Lalu dimana sebenarnya letak keadilan dan realisasi janji yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 34 bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal ?. Seolah-olah ini menunjukkan fungsi ekonomis-kapitalis rumah sakit lebih mengedepan daripada fungsi sosial. Fungsi-fungsi sosial dari rumah sakit atau dokter masih sangat rendah. Seharusnya pihak rumah sakit tidak melakukan diskriminasi pelayanan bagi warga, terutama warga miskin. Masyarakat miskin juga manusia yang memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayaan kesehatan yang layak dan manusiawi. Tidak ada alasan apapun bagi rumah sakit atau dokter untuk menolak atau memberikan pelayanan kesehatan setengah hati untuk masyarakat miskin.
Melihat kondisi di atas, yang harus dilakukan oleh pemerintah selaku penguasa adalah merevitalisasi institusi-institusi kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Artinya bagaimana mengembalikan fungsi asasi dari RS atau puskesmas, terutama terkait dengan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tanpa ada diskriminasi. Dalam rangka pencapaian visi indonesia sehat 2025 semua masyarakat indonesia dari berbagai lapisan telah mendapat pelayanan yang prima terhadap kesehatan khususnya dan keadailan serta persamaan dalam perlakuan dalam berbagai hal umumnya. Sehingga SDM Indonesia lebih berkulaitas dan mampu bersaing di dunia internasional.


Created by Ade Somantri (verschillends@yahoo.co.id)

Menatap Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia di Era Global

”Menatap Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia di Era Global”


Remaja adalah setiap mereka yang telah menginjak usia 10-19 tahun. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis. Pada masa remaja terjadi dua aspek perubahan yang sangat mendasar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yakni perubahan pada aspek fisik atau biologik dan perubahan psikologis. Perubahan pada fisik yang secara langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan hormonal yang ditandaiI dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan dapat diamati. Sedangkan aspek psikologis berhubungan dengan perkembangan dan kematangan berfikir yang mana pada perubahan ini merupakan hal yang membingungkan bagi remaja karna disatu pihak ia masih kanak-kanak dan disisi lain ia harus bertingkah laku sebagaimana layaknya orang dewasa.
Kesehatan reproduksi remaja itu sendiri adalah keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000). Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mempunyai kehidupan seks yang memuaskan, aman dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah namun semua itu berbeda bagi remaja yakni mereka yang belum menikah atau mempunyai ikatan yang legal dalam melakukan itu semua karna banyak risiko dan konsekwensi yang akan timbul nantinya. Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa.. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh remaja indonesia saat ini adalah sedikitnya informasi yang didapat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997). Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).
Sudah seharusnya kurikulum pendidikan indonesia meselipkan pelajaran yang mengajarkan dan memberikan pengetahuan tentang kasehatan reproduksi remaja, sehingga dengan mudah para remaja mendaptkan informasi yang mereka butuhkan mengenai kesehatan reproduksi. Namun dibalik pendidikan kesehatan reproduksi itu sendiri para pendidik kesehatan harus mampu membuat batasan terhadap apa yang baru boleh dan belum boleh diketahui oleh remaja supaya tujuan dari sex education itu sendiri tercapai. Dengan segala usaha yang dilakukan ini nanti akan muncul remaja indonesia yang sehat fisik dan mental yang akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkulitas dan mampu bersaing di dinia internasional.


Created by Ade Somantri