Rabu, 06 Oktober 2010

”Menatap Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia di Era Global”


Remaja adalah setiap mereka yang telah menginjak usia 10-19 tahun. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis. Pada masa remaja terjadi dua aspek perubahan yang sangat mendasar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yakni perubahan pada aspek fisik atau biologik dan perubahan psikologis. Perubahan pada fisik yang secara langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan hormonal yang ditandaiI dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan dapat diamati. Sedangkan aspek psikologis berhubungan dengan perkembangan dan kematangan berfikir yang mana pada perubahan ini merupakan hal yang membingungkan bagi remaja karna disatu pihak ia masih kanak-kanak dan disisi lain ia harus bertingkah laku sebagaimana layaknya orang dewasa.
Kesehatan reproduksi remaja itu sendiri adalah keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000). Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mempunyai kehidupan seks yang memuaskan, aman dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah namun semua itu berbeda bagi remaja yakni mereka yang belum menikah atau mempunyai ikatan yang legal dalam melakukan itu semua karna banyak risiko dan konsekwensi yang akan timbul nantinya. Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa.. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh remaja indonesia saat ini adalah sedikitnya informasi yang didapat mengenai kesehatan reproduksi. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi itu. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997). Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).
Sudah seharusnya kurikulum pendidikan indonesia meselipkan pelajaran yang mengajarkan dan memberikan pengetahuan tentang kasehatan reproduksi remaja, sehingga dengan mudah para remaja mendaptkan informasi yang mereka butuhkan mengenai kesehatan reproduksi. Namun dibalik pendidikan kesehatan reproduksi itu sendiri para pendidik kesehatan harus mampu membuat batasan terhadap apa yang baru boleh dan belum boleh diketahui oleh remaja supaya tujuan dari sex education itu sendiri tercapai. Dengan segala usaha yang dilakukan ini nanti akan muncul remaja indonesia yang sehat fisik dan mental yang akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkulitas dan mampu bersaing di dinia internasional.


Created by Ade Somantri